Monday, October 24, 2011

G-20 Siaga Mengantisipasi Makin Buruknya Perekonomian Global

Perkembangan perekonomian global yang diterpa badai krisis saat ini menjadi sorotan negara-negara anggota G-20, Para menteri keuangan dan gubernur bank sentral di negara-negara anggota kelompok G-20 melakukan pertemuan di Paris, Perancis pada 13-14 Oktober 2011 lalu. Forum negara-negara yang memiliki PDB (Pendapatan Domestik Bruto) terbesar di dunia tersebut memperkirakan kondisi perekonomian dunia akan semakin memburuk. G-20 mengeluarkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2011 dan 2012, dan sempat dikoreksi menjadi 4,0% dari 4,4%, namun kemungkinan perekonomian global untuk melemah lebih dalam menjadi 1,0% masih terbuka jika tidak ada kebijakan yang efektif dan tindakan penanganan yang segera dilakukan untuk mengatasi krisis di Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara di Eropa.

Pertemuan para petinggi kelompok G-20 tersebut turut diungkapkan empat tanda bahaya (early warning signal) yang harus diwaspadai oleh seluruh negara di dunia. Pertama, risiko dari keberlanjutan krisis fiskal, perbankan dan likuiditas di kawasan Eropa. Kedua, dampak dari pertumbuhan ekonomi AS yang terus melambat karena masih terganggu oleh masalah utang publik dan swasta yang besar serta krisis kredit perumahan yang belum tuntas tertangani. Ketiga, gejolak di pasar surat utang (obligasi) global yang bisa berpengaruh negatif terhadap pembiayaan di seluruh negara termasuk ancaman overheating pada negara-negara berkembang. Keempat, ancaman dari gejolak di Timur Tengah dan Afrika Utara yang berkaitan dengan gejolak harga komoditas. 

Berbagai strategi dan forecasting mengenai pertumbuhan ekonomi di masa mendatang digodok dengan matang, Beberapa alternatif solusi untuk menyelesaikan krisis finansial Eropa yang dikhawatirkan dapat berdampak langsung kepada perekonomian global, turut dihasilkan dalam pertemuan kelompok negara G-20. Opsi tersebut antara lain melalui penerapan pajak dalam setiap transaksi keuangan (financial transaction tax) sepertiuntuk pembelian surat berharga negara, saham dan derivatif. Namun, opsi tersebut belum dapat disetujui oleh seluruh negara termasuk Indonesia, karena dikhawatirkan dapat membuat sektor perbankan dan sistem keuangan dalam negeri yang menekankan pada fungsi intermediasi (pengumpulan dana dan penyaluran kredit kepada masyarakat) menjadi terganggu sehingga opsi ini masih dalam tahap pembicaraaan lebih lanjut. 

Pada pertemuan forum G-20 juga membahas perjanjian finansial antar wilayah (regional financial arrangement) untuk wilayah Eropa sebagai sistem penanganan krisis di tingkat regional (Europe Financial Stability Facility/EFSF). EFSF merupakan inisiatif regional bagi negara-negara di kawasan Eropa yang memerlukan bantuan. Langkah penanggulangan krisis lainnya berupa langkah untuk meningkatkan modal terhadap Dana Moneter Internasional (IMF) sebagai upaya untuk memperkuat ketahanan fiskal bagi negara-negara di kawasan Eropa yang sangat rentan terhadap krisis. IMF menyatakan pihaknya memerlukan tambahan resources untuk dapat menjalankan fungsi penyelamatannya (bailout). Saat ini, prioritas penanganan krisis demi menjaga pertumbuhan ekonomi dunia memang difokuskan untuk meredakan masalah keuangan kawasan Eropa yang dinilai sebagai pusat krisis global. Pusat "gempa" inilah yang terus dipantau secara simultan oleh forum G-20

No comments:

Post a Comment